Revitalisasi Pendidikan Melalui
Pengejawantahan Kearifan Budaya Lokal
Di sini
negri kami tempat padi terhampar
Samudranya
kaya raya
Tanah kami subur
semuah
Di negri
permai ini berjuta rakyat bersimpah luka
Anak kurus
tak sekolah
Pemuda desa
tak kerja.
Mereka di
rampas haknya
Tergusur
dan lapar
Bunda
relakan darah juang kami
Kepada mu
kami berjanji.
Penggalan
lirik lagu “Darah Juang” karya John Tobing. Mungkin,terkesan sebagai sebuah
potret kehidupan bangasa Indonesia sebenarnya. Untayaan kata dari lirik pertama
dan lirik kedua mungkin, hanya sebuah lagu sederhana dan terlihat sebelah mata.
padahal, makna lirik lagu tersebut merupakan jeritan hati terdalam para rakyat
Indonesia yang di tuangkan oleh para kaum kaula muda yang mampu berjuang keras
untuk bisa memahami keadaan negrinya yang semakin tidak kontras. Keadaan yang
tidak kontras salah satunya ialah permasalah pendidikan di Indonesia. Permasalah
pendidikan di Indonesia merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi
bengsa ini. Dengan berkembangnya modernisasi dan westernisasi yang memberikan
dampak buruk bagi perkembangan pendidikan Indonesia seperti, hilangnya
identitas bangsa Indonesia yang telah dimakan oleh zaman. Salah satu bentuk
solusi dari permasalahan diatas ialah dengan revitalisasi pendidikan
melalui pengejawantahan kearifan budaya lokal.
Pendidikan
mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri
individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu
kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut untuk mengenali,
menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia hal ini berkaitan erat dengan
kualitas pendidikan yang di berikan institusi pendidikan kepada peserta didik.[1]
Dengan itu diperlukan sebuah pendidikan yang bisa memacu peserta didik untuk
bisa mengenali,menghargai,dan memanfaatkan sumber daya kebudayaan lokal untuk
membangun karakter anak bangasa agar terhindar dari dekadensi moralitas yang
disebut adalah revolusi mental. Secara laten revolusi mental adalah hasil dari pendidikan
karakter yang dikonstruksikan dalam pengejawetahan kearifan budaya lokal
dimana, kerifan budaya lokal bangsa Indonesia sangat beragam mulai dari
kesenian,sejarah,permainan tradisional, dan bahasa daerah.
Dalam terminologi
bawasannya pendidikan bukan hanya sekedar berbasis normatif. Dimana, realitas pendidikan
hanya dimaknai sebagai suatu proses kegiatan belajar mengajar di sebuah
institusi formal. Dengan mengekang peserta didik dalam sebuah penjara yang
dinamakan kelas dan di atur oleh hukum
bedasarkan point dan reward. Dengan itu, para peserta didik tidak
bisa menggali kemampuan dan menurunkan sikap percaya diri. Sedangkan, standarisasi
kaku dan berlebihan adalah musuh kreativitas yang diperkuat kutipan dari Panji
Pragiwaksono yaitu “jahatnya sistem pendidikan Indonesia, setiap anak tidak
bisa yakin bahwa dia berbeda dengan orang lain”. Makna pendidikan secara laten
bawasannya pendidikan itu harus membangun rasa kepercayaan diri peserta didik
untuk bisa menggali kemampuan dan salah satu contoh kemampuan disini ialah
kemampuan untuk menggali kearifan budaya lokal yang di adopsikan dalam sebuah
sistem pendidikan.
Sistem pendidikan
yang diadopsikan dari kearifan budaya lokal merupakan sarana yang urgensi
dibidang pendidikan. Mengapa? karena, kearifan budaya lokal pada zaman sekarang
sudah tidak dilirik oleh generasi muda. Mengapa? karena sterotip para generasi
muda bawasannya budaya lokal itu kuno dan tidak membawa individu kejenjang baik
dalam berkarir. Dengan itu dibuatlah sebuah bidang studi yang mengintegrasikan
karifan budaya lokal yaitu MULOK (Muatan Lokal). Mulok di rancang dalam bentuk mata pelajaran
yang membantu para generasi muda untuk mempelajarai kebudayaan di daerah tempat
tinggalnya seperti dibuatlah bidang studi tingkat SD yaitu PLKJ (Pendidikan
Lingkungan Kesenian Jakarta) dan PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya
Jakarta) untuk tingkat SMP di DKI Jakarta,
dan khususnya di daerah Jawa Barat di buatlah mata pelajaran Bahasa Sunda yang
mengkonstruksikan generasi sekarang untuk bisa mengenali,menghargai dan
memanfaatkan kearifan budaya lokal.
Implikasi dari
mata pelajaran untuk tingkat sekolah SD dan SMP khususnya di DKI Jakarta memang
sangat berpengaruh besar dalam diri individu khususnya pada generasi lima tahun
kebawah. Mengapa? karena mata pelajaran yang mengadopsikan kebudayaan lokal khususnya
DKI Jakarta sangat berpengaruh pada kehidupan bangsa seperti siswa dapat
mengimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari seperti menghargai lingkungan,
mengetahui tempat cagar budaya di DKI Jakarta dan bermain permainan
tradisional. Selain itu muatan lokal seperti PLKJ dan PLBJ memberikan integritas
anak terhadap kota Jakarta mulai dari cerita kota Jakarta, cerita para pahlawan
kota Jakarta seperti si Pitung, Bang Bodong, si Mirna dari Marunda selain itu
belajar permainan tradisional seperti umpat batu, galaksing dll.
Pada dua tahun
belakangan ini, muatan lokal pada bidang studi PLKJ dan PLBJ sudah ditiadakan
pada tahun 2015 dan pengurangan
intensitas pengajaran sudah tiga tahun kebelakang ini. Muatan lokal diperlukan
dalam mengembangkan individu dalam kebudayaan lokal. Pengaruh dari mulok
ditiadakan memang sangat terasa bagi generasi muda belakangan ini. Khususnnya anak
zaman sekarang sudah tidak terintegrasi dengan masyarakat dengan adanya gaget dan khususnya di kota besar
seperti DKI Jakarta anak-anak tidak terlihat bermain permainan tradisional.
Dalam lima tahun belakang setiap jalan tidak dipenuhi kebisingan anak-anak
bermain permainan tradisional seperti umat batu, nenek grondong, galaksi maupun
demprak.
Secara
laten, permainan tradisional memberikan pengaruh besar bagi perkembanganan anak
menuju kedewasaan. Seperti, bekerjasama dalam kelompompok, sportif, dan mencintai
permainan dari asal daerahnya serta membangun dan menumbuhkan sikap
nasionalisme. Revolusi mental yang digencarkan oleh presiden kita saat ini
memang berpengaruh dalam berbangsa dan
bernegara untuk bisa menghadapi berbagai bentuk masalah bangsa, salah satnya
ialah pengaruh besar dengan adanya westernisasi dan globalisasi yang menghantam
anak-anak bangsa Indonesia berimplikasi pada dekadensi moralitas yaitu individualis, sekuler, dan apatis
terhadap bangsa dan negaranya. Selain itu, kurangnya komunikasi antara anak
dengan lingkungan bermain dan kominakasi antara anak dengan orang tua. Tetapi,
yang dipermasalahkan saat ini ialah implementasi revolusi mental yang tidak
dapat dilihat secara nyata dengan tanda kutip ialah hanya utopis belakang.
Berbeda dengan anak zaman dahulu yang masih mempertahankan permainan asalnya
daerahnya. Tetapi sebuah potret yang
miris ialah peran orang tua yang mendidik anaknya dengan memperbolehkan
westernisasi dan globalisasi masuk ke dunia anak tanpa di filter terlebih dahlu
salah satu hal yang terkecil ialah gadget
yang harus mampu dibeli orang tua untuk menghibur anaknya dan ketakut orang tua
terhadap anaknya yang ketinggalan oleh zaman.
Berkembangnya westernisasi dan globalisasi
berpengaruh pada moralitas anak-anak Indonesia salah satunya informasi yang
lagi tren ialah anak sma yang memarahi seorang polisi wanita (Polwan)
dikarenakan ditegur melanggar lalu lintas dengan membawa mobil dan melakukan
kegiatan coret-coretan setelah akhir ujian nasional. Dengan masalah tersebut
maka, siapakah yang harus disalahkan? Tidak, perlu untuk menyalahkan bawasannya
diperlukan peran aktif orang tua, sekolah dan pemerintah untuk menghambat dekadensi
moral bangsa Indonesia. Tak heran jikalau korupsi, pergaulan bebas dan narkoba
tidak bisa cepat untuk diselesaikan dengan cacatnya moral bangsa Indonesia.
solusinya ialah, dengan membiasakan diri atau membuat sebuah kultur bagi
pengembangan moral dan tidak perlu hukum yang mengikat dikarenakan hukuman
tidak bisa membuat seseorang jera. Oleh karena itu pesan bagi penulis ialah
untuk anak-anak Indonesia dalam melakukan segala hal diperlukan sebuah
kedewasaan diri. Kedewasaan diri Untuk bisa memfilter yang baik dan buruk salah
satunya ialah globalisasi dan westernisasi. Untuk menghadap itu semua dengan
membuat bingkai sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan kebutuhan diri,
dengan begitu secara langsung kuantitas akan dekadensi moral bangsa Indonesia
akan sedikit demi sedikit hilang dan mampu membawa perubahan peradaban
Indonesia sesungguhnya. Karena, Kalau bukan kita siapa lagi yang mampu membangun
bangsa Indonesia di masa akan datang dengan partisipasi aktif untuk bangsa
Indonesia.
Inilah merupakan bentuk
dari revilitasi mikro dalam pendidikan Indonesia. Bawasannya secara laten pendidikan
tidak harus disekolah tetapi pendidikan juga bisa dilaksanakan dalam ruang
lingkup terkecil ialah rumah dan lingkungan masyarakat. Sekarang peran dari agen
sosialisasi pertama yaitu keluarga untuk bisa mengenali dan melaksanakan lalu,
diperlukanperan dari sosialisasi yang kedua yaitu lingkungan sebagai agen
sosialisasi berpengaruh terbesar bagi peserta didik. Karena, anak-anak
merupakan sebuah modal bangsa di masa akan datang, tak terkecuali bangsa Indonesia
dengan bonus demografi penduduk yang banyak merupakan sebuah tantangan terbesar
untuk bisa mengembangkan, mengelolah dan mengalokasi sumber daya manusia dengan
baik. Dengan itu diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah,sekolah dan
orang tua.
Jakarta, 10 Mei 2015
Penulis